Selasa, 25 Februari 2014

PENGANTAR ETIKA ENTREPRENEURSHIP - Johan Hasan

Para UC Onliners yang budiman. Salam Entrepreneur..
Saya Johan Hasan. Hari ini saya akan membagikan topik perkuliahan online, berjudul integritas moral dan bagaimana menerapkan kerangka berpikir etis dalam Entrepreneurship.
Para UC Onliners, Pak Ciputra pernah menggagas IPE yang sudah diterapkan dalam Grup Ciputra. IPE Adalah singkatan dari integritas, profesionalisme dan entrepreneurship. Pak Ciputra pernah menyatakan bahwa, “Integritas sengaja saya taruh sebagai yang pertama karena saya berpendapat bahwa dua nilai utama yang lain yaitu profesionalisme dan entrepreneurship harus ditopang oleh integritas”.

Mari kalau demikian kita akan coba memahami apa itu integritas moral? Saya akan mengajak para UC Onliners untuk melihat Mitos “The Ring of Gyges”, atau Cincin dari Gyges yang penah ditulis oleh Plato dalam bukunya Republic. Ceritanya begini:

Dahulu kala hidup seorang gembala bernama Gyges dari Libya yang sedang menggembalakan domba-dombanya. Ia saat itu menggembalakan domba-dombanya di sebuah pegunungan. Pada saat itu tidak lama kemudian terjadilah gempa bumi. Gempa itu mengakibatkan terbukalah sebuah goa di pegunungan. Gyges masuk ke dalam goa tersebut dan di dalamnya ia menemukan sebuah kuburan dengan kuda perunggu yang berisi jenazah seorang pria yang bertubuh besar dengan cincin emas di tangannya. Gyges pun kemudian mengantongi cincin itu. Belakangan ia mengetahui bahwa cincin itu memiliki kekuatan tersendiri. Kekuatan yang mengakibatkan sang pemakai tidak terlihat oleh orang lain. Gyges pun menggunakan kekuatan itu untuk membunuh raja Libya, menggantikannya, bahkan mengawini permaisurinya. Tidak ada bukti atau hukuman atas kejahatannya.

Cincin emas dengan kekuatan menghilang itu memang adalah sebuah mitos. Mitos ini pun memberikan ide bagi beberapa film Holywood seperti film Invisible Man, film Lord of The Ring, namun dalam realitas ternyata kekuatan cincin itu juga ada.Cincin itu di jaman sekarang dapat berupa kekuatan uang, sehingga kita dapat menghindari hukuman dengan membayar hakim, jaksa, atau para penegak hukum lainnya. Cincin Gyges itu juga dapat berupa kekuatan kekuatan politik, sehingga kita dapat menghindari diri dari tuduhan kesalahan yang seharusnya kita terima. Juga bisa kekuatan politik dan media masa sehingga hukum dan informasi dapat diputarbalikkan. Atau pun kekuatan teknologi sehingga kita dapat mengaburkan identitas kita atau tidak terdeteksi oleh sistem. Dan lain sebagainya.

Jika kesalahan kita tidak dapat terdeteksi oleh orang lain, atau kita dapat luput dari hukuman. Apakah kita akan tetap menjaga kelakuan kita bermoral? Apakah kita akan tetap bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral yang kita anut? Jika iya, kita akan tetap bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral yang kita anut, terlepas dilihat oleh orang lain atau tidak, terlepas dari ada hukuman atau tidak, inilah yang kita sebut integritas moral. Ujian integritas moral sesungguhnya diukur bagaimana kita jujur terhadap diri kita sendiri di kala tidak ada orang yang melihat, di kala kita bisa luput dari hukuman, apakah kita tetap setia menjalankan nilai-nilai moral yang kita anut?

Tentu bagi umat beragama integritas moral diletakkan juga pada kesadaran bahwa walau orang lain tidak tahu, ada Tuhan yang maha melihat. Pak Ciputra percaya bahwa integritas moral ini adalah bagian yang membentuk karakter seseorang. Suatu fondasi penting untuk berkembang dalam entrepreneurship. Dasar pembentukan karakter kita dan juga dasar bagi kita dapat bekerja sama dengan pihak lain. Sebuah komitmen yang bisa dipegang. Sebuah karakter yang dapat dipercaya oleh konsumen, oleh rekan kerja, oleh para rekan bisnis, oleh pemerintah, dan juga oleh masyarakat luas.

Para UC Onliners, selanjutnya mungkin Anda sekalian bertanya, “Kalau demikian bagaimana menentukan apakah suatu tindakan itu etis atau tidak? Bagaimana penerapannya dalam suatu tindakan?”. Di sini ada dua dasar dalam bertindak secara etis. Pertama, dasar utamanya adalah niat atau kehendak baik. Immanuel Kant, seorang filusuf Jerman pernah menyebutkan, Goodwill atau kehendak baik ini adalah sesuatu yang dapat disebut baik pada dirinya. Kita bisa melihat motivasi atau niat ini juga mendasari apakah suatu perbuatan ini baik atau tidak. Misalnya, kita tentu membedakan pembunuhan yang disengaja atau pembunuhan yang sebenarnya tidak disengaja sebagai sesuatu yang berbada bobotnya.

Kedua, dasar yang lain adalah manusia memiliki akal budi. Manusia yang hanya mengikuti dorongan spontan keinginannya tanpa merefleksikan atau mengambil jarak terhadap tindakannya, justru mengabaikkan kodratnya yaitu akal budi. Karena itu dasar lainnya adalah pertimbangan akal budi ini. Yang pertama kehendak baik itu menyentuh sisi emosional manusia, yang kedua adalah mempertimbangkan akal budi manusia.

Kalau demikian, jika kita sudah punya kehendak baik, apa pertimbangan akal budi yang dapat kita lakukan? Ketika harus mengambil keputusan etis dalam entrepreneurship? Di sini saya menawarkan empat langkah praktis yang sederhana. Petama, identifikasi masalah dengan cermat. Pahami pro dan kontranya. Jangan mengambil sebuah keputusan tanpa memahami persoalan lebih dahulu.

Kedua, saya sebut ujian Deontologis. Ujiannya ini adalah sederhana seperti ini. Apakah tindakan itu menghargai harkat manusia dan tidak menjadikan manusia sebagai alat semata? Apakah tindakan moral itu bersifat universal. Contoh tidakan bersifat moral ini dalam bahasa kaidah emas atau yang biasa disebut golden role, Lakukanlah yang Anda Ingin Orang Lain Lakukan ke Anda. Atau dalam bahasa negatifnya, atau dalam bahasa larangannya, Jangan Lakukan yang Anda Tidak Ingin Orang Lain Lakukan ke Anda atau Keluarga Anda. Misalnya sebagai contoh, ada seseorang yang ingin berternak lele. Mengembangkan bisnis dalam berternak lele. Untuk murahnya, orang tersebut ingin kasih makan lele itu bangkai tikus atau pun kotoran manusia. Pertanyaan sederhana mengikuti kaidah emas, apakah Anda atau saudara Anda, atau anak Anda mau dikasih makan lele tersebut sebelum dijual ke konsumen? Apakah Anda sendiri ingin mengkonsumsi produk Anda sendiri itu? Jika tidak, jangan lakukan ke orang lain.

Ingat, prinsip etis tidak sama dengan hukum. Umumnya hukum didasarkan pada prinsip moral. Tetapi terkadang bisa saja ada aturan moral yang tidak tercakup dalam hukum. Misalnya memberi makan kotoran manusia ke lele. Mungkin tidak tercakup ke hukum. Sebaliknya bisa saja tercipta hukum yang tidak universal. Misalnya ada larangan beribadah bagi umat agama tertentu, walau secara moral ini tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bisa saja suatu pemerintah tertentu melegalkan aturan yang melanggar prinsip moral tersebut. Pertimbangan etis seseorang harus didasarkan pertama-tama pada aspek, atau prinsip moral ini.

Yang ketiga, langkah ketiga saya sebut ujian utilitarianisme. Dalam hal ini ujian utilitarianisme hanya menghitung apa benefit atau keuntungan dan apa kerugian bagi berbagai pihak yang terkait? Biasanya disebut juga stakeholder approach. Bayangkan kita tidak hanya menghitung plus minus bagi perusahaan, tapi kita juga menghitung plus minus bagi konsumen kita, bagi rekan bisnis kita, termasuk juga bagi lingkungan kita. Saat ini pendekatan ini biasanya dikenal juga dengan 3 P, yaitu People, Planet, Profit.

Apa plus minus bagi people, bagi planet, dan apakah itu juga menghasilkan profit sehingga satu venture atau suatu perusahaan bisa berkelanjutan? Bisa menghidupi karyawannya. Kita perlu ingat juga pertimbangan ini tidak hanya dalam bentuk jangka pendek, tetapi juga jangka panjang. Apa yang disebut hindarilah miopia moral atau rabun jauh moral. Terkadang kita melihat hanya keuntungan sesaat, keuntungan jangaka pendek, tapi kita melupakan bahwa ini punya kerugian jangka panjang yang besar. Pak Ci selalu mengingatkan seorang entrepreneur itu meng-create nilai sehingga dapat mengubah kotoran menjadi emas. Entrepreneur itu menciptakan nilai, menciptakan benefit bagi konsumennya. Perusahaan layak mendapatkan profit karena menjawab pertanyaan konsumennya, atau menguntungkan konsumennya. Pekerja ingin bekerja di sebuah perusahaan karena mendapatkan benefit dari perusahaan tersebut, sebaliknya perusahaan pun mendapatkan benefit dari kehadiran pekerjanya.

Demikian secara sederhana filter utilitarianisme bisa membantu kita juga menghitung plus dan minus dalam suatu tindakan. Dengan tiga filter tadi, tiga step atau tiga langkah yang kita harus lakukan tadi. Maka kita melihat, apakah kira-kira suatu tindakan ini lolos dari filter tersebut? Mohon pertimbangan kita dapat kita hindari apa yang disebut dilema semu. Contoh dilema semu, saya ingin nilai bagus, tetapi tidak mau belajar.  Saya ingin cepat kaya, cepat mendapatkan profit, tapi merugikan orang lain. Kalau kita bisa menimbang bahwa suatu tindakan itu lolos dalam tiga langakah yang sudah kita lakukan tadi ternyata bisa memenuhi tiga langkah tersebut, lakukanlah. Itu sudah sesuai dengan prinsip etis yang kita harapkan. Jika tidak bagaimana? Maka di sini perlu kreativitas kita di dalam memecahkan suatu masalah. Pikirkanlah solusi kreatif yang tidak melanggar prinsip moral.

Batas-batas adalah sahabat terbaik seorang kreatif dan seorang kreatif walaupun sering berpikir thinking out of the box, tidak akan melanggar prinsip etis. Boleh kreatif, tetapi tidak untuk prinsip moral. Dalam prinsip moral tidak ada yang boleh dilanggar. Justru kreativitas membantu kita untuk memecahkan masalah tanpa harus melanggar prinsip moral. Di situlah tantangan seorang kreatif.

Bagi kami, melanggar moral, atau merugikan orang lain bukanlah prinsip, bukan sesuatu yang kreatif, tetapi mungkin akan disamakan seperti maling atau pun benalu. Kreativitas justru menuntut bagaimana penciptaan nilai yang menguntungkan bagi banyak pihak. Jadi dalam hal ini bukan zero sum game. Saya Untung Anda rugi, atau lingkungan dirugikan. Kita juga diingatkan untuk apa yang disebut tindakan preventif. Mari kita lakukan tindakan etis ini dari sejak awal. Dari kita sejak musa. Selesaikan sebuah masalah sebelum membasar. Mari membangun network dan berbuat baik bagi banyak orang. Dengan demikian kita sedang memupuk tindakan-tindakan etis kita menjadi satu habbit. Menjadi satu karakter kita sendiri. Saya percaya langkah dalam menjadi karakter bermoral dalam intergritas ini perlu terus dilakukan terus menerus. Hanya dengan komitmen yang terus menerus dan dengan latihan keras langkah berpikir etis dalam pengambilan keputusan, baik di dalam pelbagai studi kasus atau situasi riil, kita dapat membentuk karakter unggul. Setiap tindakan dan kerangka berpikir etis tersebut jika dilakukan terus menerus akan melahirkan kebiasaan dan kebiasaan akan melahirkan karakter bermoral dengan integritas tinggi. Anda bisa dikatakan orang yang dapat dipercaya jika Anda melakukan secara terus menerus menjadi suatu habbit dan akhirnya menjadi karakter Anda.

Demikian UC Onliners . Semoga topik ini bisa berguna bagi pada UC Onliners.

Saya Johan Hasan mengucapkan Salam Entrepreneur...

Sumber : Entrepreneurship Ciputra Way (Batch 2)
UCEO - Universitas Ciputra Entrepreneurship Online