Kamis, 10 April 2014

MANAJEMEN PERUBAHAN - Nur Agustinus

Salam entrepreneur UC Onliner. Saya Nur Agustinus, saya akan membawakan tentang manajemen perubahan. Mengapa hal ini perlu? Karena setiap pertumbuhan pasti akan membutuhkan sebuah perubahan. Saya akan mulai dengan sebuah cerita, Anda mungkin tahu sebuah mainan roda yang bisa berputar, yang biasanya kita isi dengan seekor hamster atau tikus putih, dimana tikus ini dia bisa berlari dengan kencang sekali memutar roda putar ini sampai beberapa menit. Nah, hal yang sama sebenarnya terjadi pada perusahaan kita, kita mungkin melakukannya dengan sangat keras, berusaha atau bekerja dengan sangat giat, tetapi perusahaan kita hanya berputar, berputar, berputar di tempat saja. Kita tidak pernah maju. Kita tidak pernah benar-benar bertumbuh. Pertumbuhan yang terjadi mungkin hanya sekitar lima sampai sepuluh persen.Sebetulnya cara terbaik untuk bisa betumbuh adalah segera keluar dari roda putar itu supaya kita bisa melakukan perjalanan yang lain.
Setiap pertumbuhan itu ditentukan biasanya paling mudah adalah dengan melalui angka penjualan atau market share. Jadi pertumbuhan kalau yang pertumbuhan biasa saja itu pertumbuhan per tahunnya pertumbuhannya hanya sekitar lima sampai sepuluh persen. Tapi mengapa kita membuat program T100 ini karena kita ingin pertumbuhannya sampai seratus kali. Nah, pertumbuhan di bidang penjualan maupun di bidang pangsa pasar inilah yang menentukan usaha kita berkembang atau tidak. Dan setiap pertumbuhan pasti membutuhkan perubahan. Misalnya saja seperti dikatakan oleh pak Sandiaga Uno bahwa pertumbuhan juga membutuhkan perubahan dari model bisnis.
Albert Einstein pernah berkata kalau kita menginginkan hal berbeda tapi kita melakukan hal yang sama, itu sama halnya dengan sebuah kegilaan. Artinya tidak mungkinkita mendapatkan hasil yang berbeda kalau kita melakukan hal yang sama, sama, sama saja. Kita harus membuat terobosan, kita harus membuat perubahan.
Kalau kita mau berubah, maka ada tiga tahapan yang harus kita lakukan. Pertama adalah, Anda harus tahu dimana Anda berada saat ini. Ini penting karena kita harus tahu startnya dimana. Kedua, kita harus bisa mendefinisikan atau menentukan tempat yang ingin kita tuju. Tanpa kita bisa menentukan kemana kita mau pergi, tentunya kita juga tidak tahu harus bagaimana, harus apa dan lain sebagainya. Nah, kita juga harus masuk ke dalam tahap yang ketiga setelah tahap yang kedua tadi yaitu menentukan tempat yang ingin kita tuju adalah kalau kita ingin ke sana, ketempat yang ingin kita tuju tadi, kita ini membutuhkan apa saja? Hal-hal apa yang kita perlukan untuk bisa sampai ke sana.
Kurt Lewin dalam teorinya mengenai perubahan organisasi, ada tiga hal yang harus dilakukan. Kita tahu setelah kita mengikuti pembelajaran dari T100 ini bahwa perusahaan umumnya masuk dalam suatu keadaan yang disebut dengan status quo atau kalau kita gunakan masuk dalam hukum inertia. Biasanya untuk berubah sulit sekali. Nah, Kurt Lewin mengatakan bahwa tahap awal dari tiga tahap yang dikemukakan Kurt Lewin yaitu harus melakukan yang namanya unfreze. Artinya semacam kalau perusahaan itu sebelumnya sudah beku, itu harus diunfreze. Harus dicairkan kembali. Setelah baru bisa cair, kita kemudian melakukan yang namanya perubahan. Setelah perubahan terjadi, baru kita melakukan yang namanya refreze. Dibekukan kembali. Jadi, budaya-budaya yang telah dibentuk dari perubahan itu, itu yang kemudian digunakan untuk mencapai tujuan tadi.
Perubahan yang bisa kita lakukan biasanya dalam tiga hal yaitu pertama, perubahan dalam hal isi. Isi itu menyangkut struktur perusahaan, strategi perusahaan, proses bisnisnya, kemudian tentang teknologinya, budayanya, mungkin juga perubahan dalam hal produk dan jasa yang diberikan.
Perubahan yang kedua adalah di bidang manusianya. Yaitu bagaimana kita membuat orang-orang yang ada dalam organisasi ini menjadi lebih berinisiatif, lebih berusaha lebih baik lagi dalam artian perilakunya, dinamika budayanya ini yang diubah. Nah, perubahan dalam hal budaya ini, ini yang bisa menyangkut sebuah kultur yang berupa isi dari suatu organisasi, bisa juga dari dalam diri individu. Perubahan ini sendiri atau mengubah perilaku ini bisa melalui beraneka ragam cara. Misalnya, kalau kita ingin membuat perubahan dalam hal budaya perusahaan yang lebih entreprenurial, kita bisa menggunakan artefak-artefak atau semacam gambar-gambar yang ditempel di perusahaan, tulisan-tulisan, kutipan-kutipan yang untuk memotivasi. Jadi, artefak-artefak atau simbol-simbol yang kita pasang di perusahaan itu bisa membuat budaya berubah juga.
Yang ketiga yaitu perubahan dalam hal proses. Kalau tadi proses dalam hal isi di organisasi, proses ini yang di sini lebih bermakna pada bagaimana kita membuat perencanaan, bagaimana kita mendesain atau mengimplementasi pekerjaan. Nah, tiga hal ini yang bisa kita adakan perubahan. Jadi, perubahan di level organisasi, perubahan di level manusianya, dan perubahan di bidang prosesnya atau prosedurnya.
Dari tiga perubahan yang bisa dilakukan tadi, sebetulnya perubahan dalam hal manusia ini yang paling sulit. Mengapa? Karena mengelola manusia memang tidak mudah. Ada tujuh macam hambatan yang bisa membuat perubahan itu sulit dilakukan, pertama sikap yang tidak perduli atu berusaha semacam mengabaikan atau mungkin, “Saya tidak tahu, saya tidak butuh”, misalnya. Atau rejection, penolakan. “Saya tidak butuh”, itu tadi. Kemudian bisa juga perubahan dihambat karena, “Saya tidak bisa”. Ketika perusahaan mengharapkan staffnya melakukan sesuatu untuk tujuan yang lebih baik, mereka mengatakan tidak bisa atau bisa juga merasa pesimis. Jadi belum-belum sudah merasa, “Ini tidak mungkin berhasil”. Atau mungkin merasa terlalu berat, terlalu complicated. Ini juga bisa menghambat. Apa lagi kalau misalnya bersikap apatis atau misalnya juga, “Paling-paling ini juga untungnya bukan buat kita, buat orang lain buat pemilik”. Kadang-kadang hal seperti ini membuat hambatan untuk berubah sehingga memang perlu ada sebuah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan perubahan. Sehubungan dengan hambatan dalam perubahan ini, Gleicher, Beckhard, dan Harris punya sebuah rumus tentang perubahan. Rumus di sini maksudnya adalah sebuah persamaan, yaitu D x V x F > R. D adalah Disatisfaction artinya ketidakpuasan. V adalah Vision, F adalah First Step, dan R adalah Resistance to Change.
Kalau ketidakpuasan itu tinggi, kemudian vision atau cita-cita orang itu juga tinggi, dan dia juga mau melakukan langkah pertama, maka kalau semua itu lebih besar dari hambatan yang dimiliki, orang itu akan berubah. Jadi, kadang-kadang teori ini juga digunakan orang membuat dirinya dalam situasi misalnya sangat tidak puas, dia bisa berubah.
Misalnya, kalau misalnya saja kita balik dimana D, V, F-nya lebih kecil daripada R, misalnya saja dia merasa dalam zona nyamannya, merasa puas-puas saja, kemudian dia tidak punya visi, artinya dia seperti aliran air, santai-santai saja, dan dia tidak pernah mau melakukan langkah pertama, karena kita ada pepatah yang mengatahan bahwa perjalanan seribu kilometer juga harus dimulai dari satu langkah pertama. Maka dia tidak akan berubah karena dia sudah merasa nyaman, dia tidak punya cita-cita yang tinggi, dan dia juga tidak mau melangkah.
Kita harus bisa membuat dalam organisasi kita bahwa ada visi yang besar. Ada dream atau mimpi yang sangat besar yang membuat dia bisa mengalahkan hambatan dalam dirinya. Bagaimana menggabungkan semua teori-teori yang telah telah saya kemukakan tadi? Bagaimana membuat sebuah perubahan itu berhasil? Kita bisa juga mengacu pada teori yang dikembangkan oleh John P. Kotter. John P. Kotter membuat sebuah buku yang berjudul Leading Change dan juga The Heart of Change. Ada delapan langkah yang perlu dilakukan supaya sebuah perubahan bisa berhasil. Pertama adalah membangun urgency, artinya kita harus membuat orang-orang yang ada diperusahaan itu yakin bahwa memang kita perlu ada perubahan. Kita perlu keluar dari zona nyaman yang sudah kita miliki tanpa kita berubah, itu bisa berbahaya buat kita. Ada buku lain yang kita bisa baca yang berhubungan dengan perubahan, yaitu Who Moved My Cheese. Buku ini juga bercerita tentang kalau suatu ketika keju yang “Keju itu sebagai metafora dari penghasilan kita” itu tiba-tiba hilang, bagaimana? Apa yang harus kita lakukan? Apa tetap bertahan di tempat itu atau kita harus segera berubah mencari tempat yang baru?
Langkah pertama tadi, membangun urgency ini adalah langkah yang merupakan langkah awal yang sangat penting. Tanpa adanya rasa bahwa ini benar-benar penting, jelas  orang susah untuk diajak berubah. Kedua adalah membentuk koalisi pimpinan yang kuat. Kita tahu bahwa kalau perusahaan itu kecil, kalau kita terdiri dari beberapa orang, umumnya ada beberapa bagian. Paling tidak ada dua bagian yaitu bagian operasional dimana itu mengelola misalnya keuangan, pemasaran, dan bagian yang memang benar-benar mengerjakan main businessnya atau bisnis utamanya. Katakanlah sebuah media cetak misalnya, ada bagian wartawannya atau redakturnya, dan juga ada bagian keuangannya. Ini dua bagian yang berbeda. Mungkin di dunia pendidikan juga sama. Ada bagian operasional, ada bagian akademik. Pemimpin di tiap-tiap bagian ini harus bisa diajak berkoalisi karena seringkali dalam prakteknya antara bagian-bagian ini belum tentu bisa berjalan bersama karena biasanya di bagian marketing selalu memberikan order-order yang banyak sementara di bagian produksinya tadi menjadi kewalahan. Jadi, kadang-kadang dalam perjalanannya mungkin tiba-tiba mereka saling tidak bisa bersinergi dengan baik. Ini harus bisa diciptakan sebuah keadaan dimana para pemimpin ini bisa bersatu, bisa berkoalisi dengan kuat.
Langkah yang ketiga adalah menciptakan visi. Visi yang harus bisa dibagikan. Ini berhubungan dengan langkah yang keempat yaitu mengkomunikasikan visi itu. Visi harus benar-benar dibuat memberikan gambaran tentang tujuan yang ingin dicapai. Ini seperti teori yang tadi dimana V atau visi ini harus jelas, harus dirasa penting bagi semua orang yang ada di perusahaan itu.
Lalu langkah yang berikutnya, langkah yang kelima, memberdayakan orang lain untuk bertindak sesuai visi. Jadi maksudnya adalah, kalau memang ada orang yang dirasa belum optimal, ini harus bisa segera dioptimalkan. Memang perlu ada tim yang kita sebut dengan agent of change. Jadi, tim ini yang mengatur supaya membentuk urgency, mengatur supaya mengkoordinir pemimpin supaya jadi koalisi yang kuat, menciptakan visi, mengkomunikasikan visi, termasuk memberdayakan orang-orang yang ada.
Nah, penting adalah mencatat atau menghasilkan kemenangan-kemenangan jangka pendek. Prestasi-prestasi yang diraih dalam proses perkembangan ini harus dicatat. Supaya apa? Supaya orang yang ikut dalam perubahan ini tahu, “O, iya. Bahwa saya sudah mencapai ini. Saya berhasil membuat prestasi ini”. Kemenangan-kemenangan jangka pendek ini harus diciptakan, artinya harus dihasilkan supaya orang bisa merasakan perubahan.
Langkah yang ketujuh adalah mengkonsolidasikan perbaikan dan menghasilkan lebih banyak perubahan. Jadi, kalau kita sudah punya kemenangan-kemenangan jangka pendek, maka semua itu kita dorong sebagai sebuah langkah perbaikan, plus menambahkan tujuan-tujuan untuk perubahan lebih banyak lagi.
Langkah kedelapan adalah melembagakan pendekatan yang baru tersebut. Ini sama seperti di teori Good Lewin, yaitu setelah melakukan perubahan, kita melakukan refreze. Kita membentuk, melembagakan suatu budaya yang baru yaitu budaya yang sudah merupakan perubahan. Proses perubahan ini menjadi sangat penting karena supaya tadi, kalau kita mengharapkan suatu hal yang berbeda dengan cara yang sama, sebetulnya itu akan menjadi omong kosong. Kita harus bisa berubah kalau kita melakukan hal yang berbeda. Kita tidak bisa hanya berputar-putar di roda putar seperti tikus putih atau hamster yang bermain berputar-putar saja. Kita harus bisa melangkah keluar membuat perubahan dan menciptakan kemenangan untuk bisa mencapai hasil yang baik dan bisa tumbuh seratus kali.
Saya Nur Agustinus, semoga apa yang disampaikan bermanfaat. Salam entrepreneur..

Sumber:T100
UCEO - Universitas Ciputra Entrepreneurship Online