Salam Entrepreneur untuk UC Onliner.
Saya waktu masih menjadi pengusaha kecil, tentu mimpi juga menjadi seorang pengusaha
besar. Karena saya lihat pengusaha besar itu enak sekali, bebas, mau apa saja bisa,
mau beli apa saja bisa, tetapi saya juga sadar bahwa tidak bisa usaha itu tiba-tiba
besar. Harus ada unsur kesabaran, tetapi tidak boleh sabar dalam pengertian menyerah.
Biasanya kita akan menekuni dulu apa yang sekarang ada, jangan juga bermimpi terlalu
banyak, mengerjakan ini, itu, ini, itu, ini, itu, akhirnya tidak fokus, maka yang
saya lakukan adalah menekuni apa yang saya tekuni saat itu, sampai betul-betul saya
menguasai, mendalami, menjiwai. Mimpi pun mimpi tentang bisnis yang saya lakukan
siang malam dan akhirnya timbul ide-ide baru, timbul pikiran-pikiran baru.
Biasanya orang merasa sulit, apa lagi yang harus diperbuat. Apa lagi yang bisa mengembangkan.
Tetapi kalau sungguh-sungguh dipikirkan sing malam, pintu itu terbuka sendiri. Kalau
pintu tidak terbuka, sebaiknya kita merenung diri apakah kita yang kurang memikirkan.
Jadi intinya adalah sungguh-sungguh.
Saya sering mengatakan bahwa sungguh-sungguh itu seperti emas, ada karatnya. Banyak
orang mengatakan, “Saya ini sudah sungguh-sungguh pak, tapi kok tidak berhasil?”.
Bagi orang yang mengatakan sudah sungguh-sungguh tetapi belum berhasil, itu perlu
dipertanyakan, apakah betul dia sungguh-sungguh? Apakah tidak pura-pura sungguh-sungguh?
Atau tidak di mulutnya saja sungguh-sungguh? Sebaiknya di-cek tingkat kesungguhan
itu.
Tingkat kesungguhan itu seperti emas. Ada 24 karat, ada 22 karat, ada 20 karat,
ada 18 karat. Kesungguhan juga begitu. Ada orang bilang sungguh-sungguh, tapi sungguh-sungguhnya
tidak 24 karat. Sungguh-sungguhnya tidak 20 karat. Sungguh-sungguhnya tidak 22 karat.
Mungkin sungguh-sungguhnya cuma 18 karat, bahkan mungkin tidak berkarat sama sekali.
Nah, jadi tetep sungguh-sungguh dan sungguh-sungguh itu berbeda, karatnya berbeda,
tingkatnya berbeda. Karena itu bagi yang betul-betul sungguh-sungguh, pasti dia berhasil.
Karena orang yang sungguh-sungguh itu dari mulai yang jangan memikirkan yang macam-macam
dulu, tekun, fokus memikirkan bisnisnya, nanti dengan kesungguhan itu banyak peluang-peluang
terbuka. Istilah saya kalau selama ini kalau mau mengerjakan apa ya? Tapi setelah
berpikir sungguh-sungguh, tiba-tiba ada pintu terbuka. Kadang-kadang menunggu pintu
terbukanya ini perlu waktu. Tapi kalau tidak sungguh-sungguh pintu ini tidak akan
terbuka. Bahkan kalau sunggu-sungguhnya 24 karat, itu tiba-tiba pintu satu terbuka,
di belakang sana ada pintu lagi terbuka lagi. Di belakang sana ada tiga lagi pintu
terbuka lagi. Di belakang sana lagi ada 10 pintu terbuka lagi.
Sebetulnya usaha itu untuk bisa berkembang menjadi besar sebetulnya mula-mula masuk
satu pintu, tapi masuknya sungguh-sungguh, mungkin awal masuknya itu kita sulit karena
pintunya terkunci harus mencari kunci, tetapi ketika berhasil membuka pintu pertama
dan terus berpikir serius, itu akan terbuka pintu kedua, akan terbuka pintu ketiga,
empat, lima sekaligus. Terus kemudian nanti enam, tujuh, delapan, Sembilan, sepuluh
sekaligus.
Jadi, intinya adalah bagi yang masih menjadi pengusaha kecil, jangan berpikir yang
terlalu macam-macam. Nanti baru menjadi pengusaha kecil terus sudah terpikir untuk
menjadi tim sukses politik. Masih jadi pengusaha kecil sudah berpikir, kok enak jadi
caleg. Masih pengusaha kecil berpikir mau menjadi orang politik, itu akan membuat
usaha itu gagal. Lebih baik usaha dulu berhasil, kayak saya lah. Saya sekarang kan
jadi orang pemerintah tetapi saya tidak memimpikan jadi menteri. Saya awalnya hanya
menekuni usaha yang juga sangat kecil, hampir mati, tapi lama-lama besar, lama-lama
serius, dan ketika usaha sudah besar, anak sudah besar, usaha saya serahkan kepada
anak-anak saya, saya jadi pengangguran. Tapi toh orang melihat, “Lho, Pak Dahlan
ini kok jadi pengangguran?”. Kemudian Bapak Presidan meminta saya menjadi Dirut
PLN, saya menolak, tetapi beliau minta betul saya menjadi Dirut PLN, saya hanya mau
tiga tahun, tidak mau lima tahun, tapi belum dua tahun Bapak Presiden sudah minta
saya menjadi menteri, dan saya sebetulnya juga tidak mau tetapi beliau bilang harus
jadi menteri. Begitulah. Tapi awalnya sangat sulit juga.
Jadi, jangan melihat saya sekarang, tetapi lihatlah saya sepuluh tahun pertama ketika
umur 28 sampai umur 38. Itu saya bekerja lebih dari 16 jam satu hari. Tidur hanya
tiga, empat jam selama sepuluh tahun terus menerus. Tidak ada hari sabtu, tidak ada
hari minggu, dan banyak orang sudah lupa awal-awal waktu menjadi pengusaha. Banyak
orang mengatakan, “Iya, Pak Dahlah kan enak, sudah besar”. Iya, sekarang.
Tapi, sepuluh tahun pertama sama seperti para pengusaha kecil sekarang, sengsaranya
bukan main. Tapi kan kita tahu itu ada film yang bagus. Judulnya sengsara membawa
nikmat. Ya harus sengsara dulu baru nanti nikmat, daripada nikmat dulu baru sengsara?
Para entrepreneur, saya sudah mengalami jadi karyawan, jadi pengusaha kecil, sudah
mengalami jadi pengusaha menengah, sudah mengalami jadi pengusaha besar, sudah mengalami
jadi direktur utama BUMN yang sangat besar, dan sekarang mengalami jadi menteri.
Dari semua perjalanan saya itu, yang paling membahagiakan dan paling menyenangkan
adalah ketika jadi pengusaha. Kenapa? Jadi pengusaha itu bebas, tidak punya atasan,
tidak ada yang merintah-merintah, kita sendiri juragannya, kita sendiri atasannya,
sehingga ketika saya diminta Bapak Presiden menjadi direktur utama PLN, saya kaget
sekali. Biasa saya jadi pengusaha, semuanya tergantung pada saya, saya merdeka sekali,
tidak punya atasan sama sekali, apa yang saya katakan harus terjadi, begitu menjadi
direktur utama PLN, tiba-tiba “Lho, atasan saya banyak sekali”. Sekali
punya atasan banyak banget. Menteri keuangan atasan saya, menteri BUMN atasan saya,
menteri ESDM atasan saya, wakil presiden atasan saya, presiden atasan saya, DPR atasan
saya, susah banget ini menjadi direktur utama BUMN. Enak jadi pengusaha.
Jadi menteri bagaimana? Sama saja. Tidak enak. Apa lagi tiap hari dihujat orang,
sudah kerja juga nggak dipuji, berprestasi juga seperti nggak ada artinya. Saya tetep
menganggap bahwa jadi pengusaha lah saat-saat paling membahagiakan karena kemerdekaan
ada di kita, mau jungkir balik terserah kita, dan pengusaha adalah manusia yang sangat
medeka, dan peranannya bagi Negara, pengusaha lebih besar.
Pada tahun 1945, Indonesia merdeka, yang merebut kemerdekaan adalah ada pejuang,
para tentara, para politisi. Kita bisa mengalahkan Belanda waktu itu. Tahun lalu,
ekonomi Indonesia itu mengalahkan Belanda. Kalau dulu mengalahkan secara politik,
tahun lalu ekonomi Indonesia sudah mengalahkan Belanda. Siapa yang mengalahkan Belanda
kali ini? Pengusaha. Karena ekonomi kita besar, karena pengusaha kita maju, bukan
karena yang lain-lain maju. Sehingga kalau tahun 45 para pejuang memerdekakan Indonesia,
mengalahkan Belanda, tahun 2011, Indonesia mengalahkan ekonomi Belanda, dan yang
mengalahkan itu adalah pengusaha. Jadi, pengusaha adalah sama tingkatnya dengan pahlawan
kita di masa yang lalu. Dan kalau tiga tahun lagi kita bisa mengalahkan ekonomi Spanyol,
maka sekali lagi itu sebetulnya para pengusaha yang bangkit dan mengalahkan ekonomi
negara sebesar seperti Spanyol. Dan terus satu per satu negara-negara besar kita
kalahkan dan itu oleh para pengusaha. Tidak lagi oleh para pejuang secara fisik.
Terima kasih. Salam Entrepreneur.
Sumber : T100
UCEO - Universitas Ciputra Entrepreneurship Online
UCEO - Universitas Ciputra Entrepreneurship Online